Sunday, 26 February 2012

TRANSPORTASI IKAN HIDUP

Oleh: Rinto

Pengangkutan ikan dalam keadaan hidup merupakan salah satu mata rantai  dalam usaha perikanan. Harga jual ikan, selain ditentukan oleh ukuran, juga ditentukan oleh kesegarannya. Oleh karena itu, kegagalan dalam pengangkutan ikan merupakan suatu kerugian. Pada prinsipnya, pengangkutan ikan hidup bertujuan untuk mempertahankan kehidupan ikan selama dalam pengangkutan sampai ke tempat tujuan. Pengangkutan dalam jarak dekat tidak membutuhkan perlakuan yang khusus. Akan tetapi pengangkutan dalam jarak jauh dan dalam waktu lama diperlukan perlakuan-perlakuan khusus untuk mempertahankan kelangsungan hidup ikan.
          Pada dasarnya, ada dua metode transportasi ikan hidup, yaitu dengan menggunakan air sebagai media atau sistem basah, dan media tanpa air atau sistem kering.

A.    PENGANGKUTAN SISTEM BASAH

Transportasi sistem basah (menggunakan air sebagai media pengangkutan) terbagi menjadi dua, yaitu :
(1).     Sistem Terbuka
       Pada sistem ini ikan diangkut dalam wadah terbuka atau tertutup tetapi secara terus menerus diberikan aerasi untuk mencukupi kebutuhan oksigen selama pengangkutan. Biasanya sistem ini hanya dilakukan dalam waktu pengangkutan yang tidak lama. Berat ikan yang aman diangkut dalam sistem ini tergantung dari efisiensi sistem aerasi, lama pengangkutan, suhu air, ukuran, serta jenis spesies ikan.


(2).     Sistem Tertutup
       Dengan cara ini ikan diangkut dalam wadah tertutup dengan suplai oksigen secara terbatas yang telah diperhitungkan sesuai kebutuhan selama pengangkutan. Wadah dapat berupa kantong plastik atau kemasan lain yang tertutup.
Faktor-faktor penting yang mempengaruhi keberhasilan pengangkutan adalah kualitas ikan, oksigen, suhu, pH, CO2, amoniak, kepadatan dan aktivitas ikan (Berka, 1986).
(1).     Kualitas Ikan
       Kualitas ikan yang ditransportasikan harus dalam keadaan sehat dan baik. Ikan yang kualitasnya rendah memiliki tingkat kematian yang lebih tinggi dalam waktu pengangkutan yang lebih lama dibandingkan dengan ikan yang kondisinya sehat.

(2).     Oksigen
Kemampuan ikan untuk menggunakan oksigen tergantung dari tingkat toleransi ikan terhadap perubahan lingkungan, suhu air, pH, konsentrasi CO2 dan hasil metabolisme seperti amoniak. Biasanya dasar yang digunakan untuk mengukur konsumsi O2 oleh ikan selama transportasi adalah berat ikan dan suhu air. Jumlah O2 yang dikonsumsi ikan selalu tergantung pada jumlah oksigen yang tersedia. Jika kandungan O2 meningkatikan akan mengkonsumsi O2 pada kondisi stabil dan ketika kadar O2 menurun konsumsi O2 oleh ikan lebih rendah dibandingkan konsumsi pada kondisi kadar O2 yang tinggi.


(3).     Suhu
Suhu merupakan faktor yang penting dalam transportasi ikan. Suhu optimum untuk transportasi ikan adalah 6 – 8 0C untuk ikan yang hidup di daerah dingin dan suhu 15 – 20 0 untuk ikan di daerah tropis.

(4).     Nilai pH, CO2, dan amonia
Nilai pH air merupakan faktor kontrol yang bersifat teknik akibat kandungan CO2 dan amoniak. CO2 sebagai hasil respirasi ikan akan mengubah pH air menjadi asam selama transportasi. Nilai pH optimum selama transportasi ikan hidup adalah 7 sampai 8. Perubahan pH menyebabkan ikan menjadi stres, untuk menanggulanginya dapat digunakan larutan bufer untuk menstabilkan pH air selama transportasi ikan. Amoniak merupakan anorganik nitrogen yang berasal dari eksresi organisme perairan, permukaan, penguraian senyawa nitrogen oleh bakteri pengurai, serta limbah industri atau rumah tangga.

(5).   Kepadatan dan aktivitas ikan selama transportasi
Perbandingan antara volume ikan dan volume air selama transportasi tidak boleh lebih dari 1 : 3 . Ikan-ikan lebih besar, seperti induk ikan dapat ditrasportasi dengan perbandingan ikan dan air sebesar 1 : 2 sampai 1 : 3 , tetapi untuk ikan-ikan kecil perbandingan ini menurun sampai 1 : 100 atau 1 : 200. Kesegaran ikan juga dipengaruhi oleh kondisi apakah ikan dalam keadaan meronta-ronta dan letih selama transportasi. Ketika ikan berada dalam wadah selama transportasi, ikan-ikan selalu berusaha melakukan aktivitas. Selama aktivitas otot berjalan, suplai darah dan oksigen tidak memenuhi, sehingga perlu disediakan oksigen yang cukup sbagai alternatif pengganti energi yang digunakan.

          Beberapa permasalahan dalam pengangkutan sistem basah adalah selalu terbentuk buih  yang disebabkan banyaknya lendir  dan kotoran ikan yang dikeluarkan. Kematian diduga karena pada saat diangkut, walaupun sudah diberok selama satu hari, isi perut masih ada. Sehingga pada saat diangkut masih ada kotoran yang mencemari media air yang digunakan untuk transportasi. Disamping itu, bobot air cukup tinggi, yaitu 1 : 3 atau 1 : 4 bagian ikan dengan air menjadi kendala tersendiri untuk dapat meningkatkan volume ikan yang diangkut.
       
B. Transportasi Sistem Kering (Semi Basah)
Pada transportasi sistem kering, media angkut yang digunkan adalah bukan air, Oleh karena itu ikan harus dikondisikan dalam keadaan aktivitas biologis rendah sehingga konsumsi energi dan oksigen juga rendah. Makin rendah metabolisme ikan, terutama jika mencapai basal, makin rendah pula aktivitas dan konsumsi oksigennya sehingga ketahanan hidup ikan untuk diangkut diluar habitatnya makin besar .
          Penggunaan transportasi sistem kering dirasakan merupakan cara yang efektif meskipun resiko mortalitasnya cukup besar. Untuk menurunkan aktivitas biologis ikan (pemingsanan ikan) dapat dilakukan dengan menggunkan suhu rendah, menggunakan bahan metabolik atau anestetik, dan arus listrik.
          Pada kemasan tanpa air, suhu diatur sedemikian rupa sehingga kecepatan metabolisme ikan berada dalam taraf metabolisme basal, karena pada taraf tersebut, oksigen yang dikonsumsi ikan sangat sedikit sekedar untuk mempertahankan hidup saja. Secara anatomi, pada saat ikan dalam keadaan tanpa air, tutup insangnya masih mangandung air sehingga melalui lapisan inilah oksigen masih diserap .

PEMINGSANAN IKAN

Kondisi pingsan merupakan kondisi tidak sadar yang dihasilkan dari sistem saraf pusat yang mengakibatkan turunnya kepekaan terhadap rangsangan dari luar dan rendahnya respon gerak dari rangsangan tersebut. Pingsan atau mati rasa pada ikan berarti sistem saraf kurang berfungsi ..
Pemingsanan ikan dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu melalui penggunaan suhu rendah, pembiusan menggunakan zat-zat kimia dan penyetruman menggunakan arus listrik.
1.     Pemingsanan dengan penggunaan  suhu rendah .

Metode pemingsanan dengan penggunaan suhu rendah dapat dilakukan dengan dua cara yaitu

q  penurunan suhu secara langsung, dimana ikan langsung dimasukan dalam air yang bersuhu 100 – 150C. Sehingga ikan akan pingsan.

q  Penurunan suhu secara bertahap, dimana suhu air sebagai media ikan diturunkan secara bertahap sampai ikan pingsan.

2. Pemingsanan ikan dengan bahan anestasi (bahan pembius)
Bahan anestasi yang dapat digunakan untuk pembiusan ikan adalah :

No
BAHAN
DOSIS
1
MS-222
0.05 mg / l
2
Novacaine
50 mg / kg berat ikan
3
Barbitas sodium
50 mg / kg berat ikan
4
Ammobarbital sodium
85 mg / kg berat ikan
5
Methyl paraphynol (dormisol)
30 mg / l
6
Tertiary amyl alcohol
30 mg / l
7
Choral hydrate
3-3.5 g lt
8
Urethane
100 mg / l
9
Hydroksi quinaldine
1 mg / l
10
Thiouracil
10 mg / l
11
Quinaldine
0.025 mg / l
12
2-Thenoxy ethanol
30 – 40 ml / 100 lt
13
Sodium ammital
52 – 172 mg / l


Selain bahan-bahan anestasi sintetik diatas pembiusan juga dapat dilakukan dengan menggunakan zat  caulerpin  dan caulerpicin yang berasal dari ekstrak rumput laut Caulerpa sp.
Pembiusan  ikan dikatakan berhasil bila memenuhi tiga kriteria, yaitu :
1       Induksi bahan pembius dalam tubuh ikan terjadi dalam waktu tiga menit atau kurang, sehingga ikan lebih mudah ditangani.
2.     Kepulihan ikan sampai gerakan renangnya kembali normal membutuhkan waktu kurang dari 10 menit.
3.  Tidak ditemukan adanya kematian ikan selama 15 menit setelah pembongkaran

Proses pembiusan ikan meliputi 3 tahap yaitu :
1.       Berpindahnya bahan pembius dari lingkungan ke dalam muara pernapasan organisme
2.       Difusi membran dalam tubuh yang menyebabkan terjadinya penyerapan bahan pembius ke dalam darah.
3.       Sirkulasi darah dan difusi jaringan menyebarkan subtansi ke seluruh tubuh. Kecepatan distribusi dan penyerapan oleh sel bergantung pada persediaan darah dan kandungan lemak pada setiap jaringan sehingga bahan anestasi juga harus mudah larut dalam air dan lemak.

3. Pemingsanan Ikan dengan Arus Listrik

Arus listrik yang aman digunakan untuk pemingsanan ikan adalah yang mempunyai daya 12 volt, karena pada 12 Volt ikan mengalami keadaan pingsan lebih cepat dan tingkat kesadaran setelah pingsan juga cepat.

PENGEMASAN

Pada pengangkutan kering diperlukan media pengisi sebagai pengganti air. Menurut Wibowo (1993), yang dimaksud dengan bahan pengisi dalam pengangkutan ikan hidup adalah bahan yang dapat ditempatkan diantara ikan hidup dalam kemasan untuk menahan ikan dalam posisinya. Selanjutnya disebutkan bahwa bahan pengisi memiliki fungsi antara lain mampu manahan ikan agar tidak bergeser dalam kemasan, menjaga lingkungan suhu rendah agar ikan tetap hidup serta memberi lingkungan udara dan kelembaban memadai untuk kelangsungan hidupnya.
Media pengisi yang sering digunakan dalam pengemasan adalah serbuk gergaji, serutan kayu, serta kertas koran atau bahan karung goni. Namun penggunaan karung goni sudah tidak digunakan karena hasilnya kurang baik. Jenis serbuk gergaji atau serutan kayu yang digunakan tidak spesifik, tergantung bahan yang tersedia.Dari bahan pengisi yaitu sekam padi, serbuk gergaji, dan rumput laut , menururt Wibowo (1993) ternyata sekam padi dan serbuk gergaji merupakan bahan pengisi terbaik karena memiliki karakteristik, yaitu :
q  Berongga
q  Mempunyai kapasitas dingin yang memada
q  Tidak beracun, dan
q  Memberikan RH tinggi.

Media serbuk gergaji memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan jenis media lainnya. Keunggulan tersebut terutama pada suhu. Serbuk gergaji mampu mempertahankan suhu rendah lebih lama yaitu 9 jam tanpa bantuan es dan tanpa beban di dalamnya. Sedangkan rumput laut kurang efektif karena menimbulkan lendir dan bau basi selama digunakan

Friday, 3 February 2012

Kegiatan Pengabdian 2010 (Perbaikan Kualitas Kerupuk)

PENINGKATAN KUALITAS KERUPUK MELALUI PELABELAN DAN PEMBERIAN INFORMASI GIZI PADA KEMASAN KERUPUK PRODUKSI DESA TANJUNG PRING

BAB I. PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
Desa Tanjung Pring merupakan salah satu daerah di wilayah Indralaya yang masyarakatnya memproduksi kerupuk. Kerupuk yang dibuat terdiri dari beraneka macam bentuk namun semuanya menggunakan bahan yang sama yaitu ikan. Produksi kerupuk Desa Tanjung Pring dapat berlangsung terus, hal ini dikarenakan ikan sebagai bahan baku utama selain sagu dapat diperoleh setiap hari baik melalui penangkapan sendiri maupun pembelian pada orang lain.
Selama ini produksi kerupuk Desa Tanjung Pring belum dikenal banyak orang karena produsen belum mempunyai merek/label yang berupa nama usaha ataupun hala-hal lain yang informatif dan dapat mempromosikan produk (kerupuknya). Kemasan yang baik dapat memberikan informasi dari produsen kepada konsumen berkaitan dengan usaha dan kualitas produk. Kurangnya pengetahuan dan informasi pengusaha terhadap hal-hal yang disebutkan diatas meyebabkan kerupuk produksi Desa Tanjung Pring belum mempunyai kemasan yang memadai dan menarik.
Berdasarkan pada kondisi diatas diperlukan kerja sama perguruan tinggi untuk memberika informasi kemasan yang baik.Beberapa hal yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan penyuluhan tentang kemasan yang baik, pendampingan terhadap analisis kandungan giizi (proksimat) kerupuk produksi Desa Tanjung Ping, serta pembuatan contoh kemasan. Dari kegiata ini diharapkan ada 1 industri kerupuk peroduksi Desa Tanjung Pring yang mempunyai kemasan yang baik dengan mencantumkan nama dan komposisi gizi.


B. Tujuan dan Manfaat
Pengabdian kepada masyarakat ini memiliki tujuan untuk meningkatan pengetahuan produsen kerupuk tentang pentingnya kemasan dan melakukan pengujian terhadap kandungan gizi kerupuk.
Manfaat dari kegiatan ini adalah produsen kerupuk mempunyai kemasan yang baik berisi nama, alat usaha dan  insformasi gizi serta memilki alat pengemas (hand sealer) agar kerupuk lebih rapat terkemas dalam kantong plastik.

C.   Tinjauan Pustaka
1.    Kerupuk
Salah satu makanan hasil olahan dari ikan adalah kerupuk ikan. Produk makanan kering dengan bahan baku ikan dicampur dengan tepung tapioka ini sangat digemari  mayarakat. Makanan ini sering digunakan sebagai pelengkap ketika bersantap ataupun sebagai Makanan ringan. Bahkan untuk jenis makanan khas tertentu selalu dilengkapi dengan kerupuk. Makanan ini menjadi kegemaran masyarakat dikarenakan rasanya yang enak, gurih dan ringan. Selain rasa yang enak tersebut, kerupuk ikan juga memiliki kandungan zat-zat kimia yang diperlukan oleh tubuh manusia.
Komposisi zat-zat kimia dalam kerupuk disajikan berikut ini:
1.    Karbohidrat (%)                          65,6 68,0
2.    Air (%)                                          16,6 12,0
3.    Protein (%)                                  16 17,2
4.    Lemak (%)                                   0,4 0,6
5.    Kalsium (mg/100 gram)             2,0 332,0
6.    Fosfor (mg/100 gram)                20,0 337,0
7.    Besi (mg/100 gram)                   0,1 1,7
8.    Vitamin A (mg)                            0 50,0
9.    Vitamin B1 (mg)                         0,04
Sumber: www.ristek.go.id
Kandugan protein pada kerupuk ikan tidak banyak yang hilang setelah mengalami pengolahan menjadi kerupuk sehingga kerupuk ikan tetap  dapat menjadi salah satu sumber gizi bagi masyarakat.
Proses pembuatan kerupuk ikan sangatlah sederhana dan mudah diusahakan. Industri  kerupuk banyak berkembang di wilayah-wilayah perairan dengan produksi ikan tinggi seperti halnya di Sumatera Selatan (wilayah Ogan Komering Ilir).  Di samping dapat diusahakan dengan peralatan modern, usaha pembuatan kerupuk juga dapat dijalankan dengan peralatan tradisional. Oleh sebab itulah usaha pembuatan kerupuk ikan banyak dilakukan oleh rumah tangga yang merupakan industri mikro (Bank Indonesia, 2007).
Dari segi skala perusahaan, usaha kerupuk ikan dilakukan oleh perusahaan besarmenengah dan juga perusahaan kecil rumah tangga. Perbedaan utama dari skala usaha tersebut adalah pada teknologi dan pangsa pasarnya. Perusahaan besar-menengah dalam proses produksinya menggunakan peralatan dengan teknologi modern dengan pangsa pasar tersebar baik di daerah lokal maupun daerah lain bahkan ekspor. Berbeda dengan perusahaan skala besarmenengah, usaha pengolahan kerupuk kecil rumah tangga sebagian besar menggunakan peralatan dengan teknologi yang sederhana dan pangsa pasar yang masih terbatas pada pasar lokal (Bank Indonesia, 2007).
Adapun bahan dan cara pembuatan kerupuk ikan menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian Jakarta (1997) adalah sebagai berikut:
a.    Bahan dan Alat
Alat :
1. Kompor
2. Dandang
3. Panci
4. Pisau
5. Talenan
6. Sendok
Bahan :
1. Ikan tongkol (diambil dagingnya yang berwarna putih : 250 gr)
2. Tepung Tapioka (1 kg)
3. Garam secukupnya
4. Telur 2 butir
5. Bumbu masak secukupnya
b. Cara pembuatan
§  ikan dicuci dengan bersih, lalu dipisahkan antara daging, tulang dan kulitnya.
§  Daging tersebut ditimbang sebanyak 250 gram dan dihancurkan sampai halus.
§  Dibuat campuran dasar (inti), terdiri dari: tepung tapioka, telur, pram, bumbu masak, dan sedikit air, lalu dimasak sambil diaduk sampai merata.
§  Setelah adonan masak, lalu diangkat terus didinginkan.
§  Setelah adonan inti dingin, daging ikan yang telah dihancurkan dicampurkan dan diaduk sampai merata.
§  Adonan dicampurkan dengan tepung sedikit demi sedikit, aduk berkali-kali
§  sampai mendapatkan adonan yang benar-benar kompak dan tidak lengket lagi.
§  untuk mendapatkan krupuk dengan daya kembang maksimum adalah 1 : 4, yaitu 1 kg tepung tapioka dan 250 gram daging ikan.
§  Setelah itu, dibentuk adonan menjadi bulat panjang sesuai selera (ukuran bulat berdiameter 3 - 5 cm, dan panjang disesuaikan dengan ukuran panci yang ada untuk memudahkan mengukus).
§  Sebelum diletakkan dalam panci, lumuri sarangan panci dengan minyak agar setelah adonan masak tidak lengket.
§  Kukus adonan hingga masak. Untuk mengetahui matangnya adonan, tusukan benda tajam yang kecil (garpu atau lidi) kedalam adonan dan tarik. Apabila masih ada adonan yang lengket pada alat tersebut, berarti adonan masih mentah. Apabila sudah tidak ada adonan yang lengket pada tusukan, berarti adonan sudah matang.
§  Angkat adonan tersebut, lalu tiriskan sampai dingin dan mengeras.
§  Setelah itu iris adonan menjadi tipis-tipis.
§  Letakkan irisan krupuk diatas alas yang bersih dan mudah terkena angin, lalu dijemur hingga kering.
§  Setelah kering, masukkan kedalam wadah dan setelah dingin masukkan kedalam kemasan kantong plastik.
§  Krupuk siap dipasarkan.

Adapun Standar Mutu Kerupuk adalah sebagai berikut:
KARAKTERISTIK  STANDAR MUTU                        I                                   II
Udang               Ikan             Udang   Ikan
Kadar air (%) maksimum                                  12,0      12,0               12,0      12,0
Kadar protein (%) minimum                               4,0         5,0   2,0        5,0
Kadar abu maksimum                                         1,0        1,0                 1,0        1,0
Benda asing (%) maksimum                              1,0        1,0                 1,0        1,0
Bau (mg)                                                              Khas     Khas            Khas     Khas
Sumber: www.ristek.go.id
Menurut Suprapti (2001), salah satu faktor penunjang untuk pemasaran kerupuk adalah kualitas produk yang dihasilkan serta segmen pasar yang dituju. Hal ini disebabkan karena kualitas produk berpengaruh terhadap pasar. Semakin baik kualitas produk yang dihasilkan, semakin luas pula jangkauan pemasarannya. Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk meningkatkan kualitas kerupuk adalah penampilan produk, cita rasa, daya mengembang, dan kemasan produk.

2.    Kemasan
Bahan pengemas yang umum digunakan untuk kerupuk adalah plastik. Pengemasan ditujukan untuk mengawetkan produk. Bahan pengemas yang baik dan cocok bagi kerupuk dapat meningkatkan daya simpan (daya awet) kerupuk ikan.
Pada kemasan ditempatkan label yang memberikan keterangan mengenai
§  Nama makanan/merek dagang
§  Berat bersih makanan
§  Komposisi gizi makanan
§  Nama dan alamat perusahaan yang memproduksi
§  Kode produksi
§  Masa kadaluarsa.
(Lembaga Informasi Pertanian, Yogyakarta, 2000)
Nama makanan dan merek dagang sangat dibutuhkan sebagai informasi terhadap konsumen mengenai jenis produk yang diperdagangkan. Setiap daerah mempunyai nama yang khas seperti kerupuk, kemplang, getas dan lainnya. Sehingga adanya nama makanan menunjukan kekhasan produk masing-masing, dai produsen yang berbeda maupun dari daerah yang berbeda.
Berat bersih  (Netto) sangat diperlukan konsumen agar tidak tertipu pada saat membeli. Adanya berat bersih produk pada kemasan menunjukan kejujuran produsen terhadap konsumen bahwa alat pengukur timbangan yang digunakan sesuai dengan standar yang ada.
Komposisi gizi makanan menunjukan kandungan zat-zat gizi makanan yang terkandung dalam bahan. Kandungan gizi makanan yang standar adalah kadar karbohidrat, air, protein, lemak dan mineral. Informasi kandungan gizi sangat diperlukan konsumen untuk mengetahui sejauh mana manfaat makanan yang dikonsumsi bagi tubuhnya. Informasi kandungan gizi dapat dijadikan sebagai media promosi bahwa produk makanan yang dibuat mempunyai manfaat bagi konsumen.
Nama dan alamat perusahaan menunjukan tempat dimana makanan dibuat/diproduksi. Informasi ini penting bagi konsumen untuk mengetahui kebenaran tepat produksinya.
Kode produksi bermanfaat bagi produsen dalam melakukan evaluasi/pengecekan kembali produk-produk yang dihasilkan. Apabila produk mengalami kegagalan/kerusakan pada produksi tertentu akan lebih mudah melakukan penarikan/pengecekan.
Informasi kadaluarsa sangat dibutuhkan oleh konsumen, hal ini berkaitan dengan kemanan pangan yang dikonsumsinya. Selain itu informasi kadaluarsa juga bermanfaat bagi produsen dalam pengontrolan produk yang diperdagangkan sehingga produk yang ditawarkan tetap merupakan produk yang berkualitas.

BAB II. MATERI DAN METODE PELAKSANAAN

A.   Khalayak Sasaran Antara Yang Strategis
Khalayak sasaran kegiatan pengabdian ini adalah  pembuat/pengusaha kerupuk di Desa Tanjung Pring Kecamatan Indralaya Utara.

B.   Keterkaitan dan Keterlibatan Mahasiswa
Kegiatan ini memiliki keterkaitan dengan pemerintah daerah (pemda) Ogan Ilir terutama dengan Dinas Perdagangan serta Dinas Perikanan dan Peternakan dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi masyarakat desa Inderalaya khususnya para pembuat kerupuk.  Peran yang dilakukan masing-masing instansi adalah sebagai berikut;
1.    Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Ogan Ilir memberikan izin dan dukungan terhadap kegiatan.
2.    Kegiatan ini membantu Dinas Perdagangan serta Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Ogan Ilir dalam meningkatkan pengetahuan pembuat kerupuk terutama berkaitan dengan pengemasan
Kegiatan pengabdian ini akan melibatkan beberapa mahasiswa yang aktif pada Himpunan Profesi Mahasiswa Teknologi Hasil Perikanan (Imasilkan) yang berada di Departemen Hubungan Masyarakat.

C.   Metode Pelaksanaan
Kegiatan pengabdian ini dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu:
a.    Koordinasi tim pelaksana dan beberapa mahasiswa yang aktif pada Himpunan Profesi Mahasiswa Teknologi Hasil Perikanan (Imasilkan) yang berada di Departemen Hubungan Masyarakat dengan tujuan untuk memantapkan rencana kerja.
b.    Persiapan sarana berupa contoh-contoh kemasan yang baik
c.    Penyuluhan kepada produsen kerupuk ikan
d.    Pengujian/analisis gizi  (proksimat) kerupuk ikan di laboratorium
e.    Perancangan label kemasan kerupuk.
f.     Penyerahan alat hand sealer
g.    Evaluasi tim pelaksana
h.    Penyusunan laporan.

D.           Rancangan Evaluasi
Keberhasilan program  dievaluasi dengan tingkat kesesuaian pelaksanaan program dengan indikator yang ditatapkan.
No
Rencana Kegiatan
Indikator Pencapaian
1
Koordinasi tim pelaksana dan mahasiswa di Imasilkan
Semua tim pelaksana memahami program yang akan dikerjakan
2
Persiapan sarana
Tersedia berbagai contoh kemasan yang baik
3
Penyuluhan pentingnya kemasan untuk menjaga kualitas produk sebagai sarana informasi/promosi
Dilaksanakannya penyuluhan
4
Pengujian kandungan gizi/proksimat kerupuk
Dipeoleh kandungan gizi (proksimat) kerupuk
5
Perancangan label kemasan
Diperoleh rancangan kemasan
6
Penyusunan Laporan
Tersusunnya Laporan Pengabdian Masyarakat


BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Penyuluhan Fungsi Kemasan Pada Produk Kerupuk
Desa Tanjung Pring Kecamatan Indralaya Utara merupakan salah satu sentra pembuatan kerupuk/kemplang. Pada saat ini ada kurang lebih 20 pengusaha kerupuk masih aktif melakukan poduksi. Sebelumnya ada sekitar 40  pengusaha, namun karena beberapa alasan, salah satunya adalah permodalan dan harga bahan baku yang tidak sepadan dengan harga kerupuk menyebabkan beberapa produsen menghentikan aktifitas usahanya. Informasi yang dapat dihimpun dari beberpa pengusaha menyatakan bahwa harga bahan bau seperti tepung selalu mengalami peningkatan tetapi mereka tidak mampu meningkatkan harga jual kerupuk, sehingga merugi. Salah satu cara yang selama ini dilakukan adalah dengan mengurangi berat kerupuk per pcs-nya. Hal inilah yang mendukung diadakanya penyuluhan tentang pentingnya kemasan kerupuk.

Kemasan kerupuk yang baik akan melindungi kerupuk dari kerusakan, baik secara kimiawi maupun fisikawi. Diantarnya adalah ketengikan dan hilangnya kerenyahan. Selain itu kemasan juga dapat meningkatkan nilai jual kerupuk. Beberapa contoh disampaikan oleh Tim Pengabdian pada  saat penyuluhan. Misalnya adalah keripik singkong, yang sebelumnya merupakan makanan yang biasa dan dianggap murahan karena dapat ditemui di desa-desa, namun setelah dikemas dengan baik dapat meninggkatkan nilai jualnya 3-5 kali lipat. Terasi yang di Daerah Sungsang harganya 15.000 – 20.000/kg setealh dikemas dan diberi Merek Terasi Bangka  akan berubah harganya menjadi 40.000 – 60.000/kg. Hal inilah yang menjadi dasar betapa pentingnya kemasan pada produk. Aktivitas yang berlangsung selama penyuluhan dapat dilihat pada Gambar 2.
   
             Selain manfaat terhadap nilai jual kerupuk, kemasan juga dapat menjadi media komunikasi yang efektif antara produsen dan konsumen. Kemasan yang baik harus mencantumkan nama produk, nama dan alamat produsennya, masa kadaluarsa serta komposisi gijinya. Komposisi giji produk harus ada pada produk pangan, sehingga sangat diperlukan pada kerupuk apabila akan dikemas. Hal inilah yang menjadi perhatian tim pengabdian sehingga memberikan bantuan dalam pengujian kerupuk yang diproduksi masyarakat Desa Tanjung Pring kecamatan Indralaya Utara.
Pada akhir kegiatan penyuluhan dilakukan tanya jawab baik dari peserta maupun dari tim pengabdian. Masyarakat (produsen) kerupuk yang dapat menjawab pertanyaan dari Tim pengabdian diberi hadiah/bingkisan berupa minyak goreng 1 kg. Sembilan Puluh (90)% materi yang disampaikan dapat diterima oleh peserta terbukti dengan jawaban-jawaban yang diberikan oleh mereka. Aktivitas tanya jawab dan penyerahan hadiah dapat dilihat pada Gambar 3.
          
B.   Analisis Laboratorium Kandungan Gizi Kerupuk, Kemplang, dan Tekwan

Pengujian dilakukan terhadap sampel kerupuk, kemplang dan tekwan kering, karena beberapa masyarakat juga memproduksi tekwan kering. Hasil analisis laboratorium yang dilakukan dapat digunakan masyarakat untuk dicantumkan pada kemsan kerupuk yang diproduksinya. Adapun hasil analisis kandungan gizi kerupuk adalah sebagai berikut:


No
Komposisi
Kerupuk
Kemplang
Tekwan Kering
1
Air                   (%)
5,87
2,98
12,54
2
Protein             (%)
0,93
0,69
0,91
3
Lemak             (%)
40,37
36,73
14,20
4
Abu                 (%)
3,24
3,62
5,36
5
Karbohidrat     (%)
49,59
55,98
66,99


Berdasarkan nilai hasil analisis proksimat terhadap kerupuk, kemplang, dan tekwan produksi masyarakat Tanjung Pring diketahui bahwa kandungan kandungan terbesar kerupuk yaitu karbohidrat dan lemak. ini menunjukan bahwa komponen terbesar bahan pembuat kerupuk adalah karbohidrat, selain itu karena kerupuk yang disajikan dan dianalisis adalah kerupuk goreng sehingga kandungan lemaknya cukup tinggi. Kandungan protein pada kerupuk, kemplang, dan tekwan sangat rendah (< 1%). Dengan melihat komposisi kimia/gizi kerupuk, kemplang dan tekwan produksi masyarakat Tanjung Pring maka masyarakat dapat mengetahui dan memahami seberapa besar asupan nutrisi kerupuk yang mereka makan. Sehingga informasi komposisi gizi/proksimat kerupuk, kemplang, dan tekwan perlu dicantumkan pada kemasan.

C.   Penyerahan bantuan Hand Sealer dan Label
Bantuan berupa hand seeler diberikan kepada masyarakat melalui Kepala Desa Tanjung Pring sebanyak 1 unit. Alasan penyampaian melalui kepala desa dikarenakan permintaan langsung kepala desa setempat agar menjadi barang inventaris desa dan dapat dipergunakan oleh masyarakat yang benar-benar membutuhkan secara bergantian, sehingga semua yang membutuhkan dapat memanfaatkanya.  Gambar hand sealer yang diserahkan dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Selain penyerahan hand sealer juga diserahkan label yang berisi tentang produk dan komposisi giji masing-masing produk (kerupuk, kemplang, dan tekwan kering) dalam 2 ukuran yaitu ukuran setengah kertas A4 sebanyak 40 eksemplar dan ukuran kertas A4 sebanyak 40 lembar. Untuk ukuran ½ A4 dipergunakan untuk kerupuk/kemplang yang dikemas dengan plastik 1-3 kg, sedangkan label ukuran kertas A4 untuk kemasan plastik besar berisi 10-15 kerupuk lebar. 


Komposisi
Kerupuk 
Kemplang
Tekwan Kering
Air                   (%)
5,87
2,98
12,54
Protein             (%)
0,93
0,69
0,91
Lemak             (%)
40,37
36,73
14,20
Abu                 (%)
3,24
3,62
5,36
Karbohidrat     (%)
49,59
55,98
66,99
*Dianalisis oleh PS. Teknologi Hasil Perikanan Fakultas Pertanian  Universitas Sriwijaya

ALAMAT PRODUSEN:
Desa Tanjung Pring, Kecamatan Indralaya Utara
Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan

 
BAB IV. KESIMPULAN

A.   Hasil
Hasil pelaksanaan kegiatan pada masyarakat di Desa Tanjung Pring Kecamatan Indralaya utara dapat dismpulkan bahwa masyarakat menyambut baik pelaksanaan kegiatan, karena dapat mengetahui pentingnya kemasan pada produk kerupuk yang mereka produksi. Diharapkan kegiatan pengabdian yang dilaksanakan oleh Universitas Sriwijaya terus berlanjut dengan pendampingan pada produsen kerupuk .

  1. Saran
Pendampingan terhadap produsen kerupuk perlu terus ditingkatkan dengan diantaranya dengan melakukan upaya peningkatan kandungan gizi pada kerupuk/kemplang/tekwan yang diproduksi sehingga kerupuk/kemplang/tekwan produksi tanjung pring lebih dapat bersaing.


DAFTAR PUSTAKA

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian Jakarta. 1997. Kerupuk Ikan. Jakarta.

Bank Indonesia, 2007. Pola Pembiayaan Usaha Kecil Syariah Kerupuk Ikan. Jakarta.

Liptan. 2000. Kerupuk Ikan. Lembaga Informasi Pertanian Yogyakarta.

Suprapti, L.  2001. Kerupuk Ikan Lele. Trubus Agrisarana. Surabaya.

www.ristek.go.id. Teknologi Tepat Guna Pembuatan Kerupuk. Diakses April 2010.