Monday 30 January 2012

KAJIAN KEAMANAN PANGAN (FORMALIN, GARAM DAN MIKROBIA) PADA IKAN SEPAT ASIN PRODUKSI INDRALAYA

Rinto, Elmeizi Arafah, Susila Budi Utama

Dipublikasikan dalam Jurnal Pembangunan Manusia V:8 No.2 Agustus 2009. Balai Penelitian dan Pengembangan Daerah Sumatera Selata


Abstrac

The quality and safety of food material was very important for people healthy. Food safety   determined by present of material dangerous (physically, chemistry, and microbiology)  of food. The purpose of this research was to analyzed food safety (formaldehyde contain, salt, and the present of bacteria) of salt fish. The result showed that salt fish produced and traded in Indralaya was free from formaldehyde. The formaldehyde contain in salt fish was negative. The salt contain in fish was a low salt (13, 4 - 19, 8%). The salt contain standard of salt fish is lower from 20% (SNI 01-0222-1995). The total of bacteria in salt fish was 3, 20 – 3, 92 (Log10). The sensory value of salt fish in producer higher than trader. The conclusion of this research is salt fish from Indralaya is safe to was consume and quality of salt fish in producer higher than trader in Indralaya traditional market. 

Key word: food safety, salt fish, Indralaya  



Abstrak

Bahan pangan yang aman dan berkualitas sangat penting bagi kesehatan manusia. Keamanan pangan ditentukan oleh ada tidaknya komponen yang berbahaya baik secara fisik, kimia maupun mikrobiologi pada bahan pangan. Penelitian ini bertujuan menganalisis keamanan pangan ikan asin dengan mengetahui ada tidaknya kandungan formalin, tinggi rendahnya kadar garam dan keberadaan bakteri. Hasil analisis menunjukan bahwa ikan asin yang diproduksi oleh produsen di Indralaya dan yang diperdagangkan di pasar Indralaya terbebas dari formalin. Kandungan formalin pada ikan asin adalah negatif. Selain itu kadar garam ikan asin (13,4-19,8%) juga masih berada pada kisaran standar yang dipersyaratkan SNI yaitu kurang dari 20% (SNI 01-0222-1995). Kandungan bakteri pada  ikan asin  berkisar antara 3,2-3,92 (Log10). Nilai sensoris ikan asin (Aroma, kenampakan dan tekstur)  di produsen lebih tinggi dibandingkan pada pedagang. Kesimpulan dari penelitian ini adalah ikan asin di Indralaya aman untuk dikonsumsi dan kualitas ikan asin pada produsen lebih tinggi dibandingkan ikan asin pada pedagang di Pasar Indralaya.

Kata Kunci : keamanan pangan, ikan asin, Indralaya



PENDAHULUAN
Pembangunan manusia yang sehat dan  cerdas tidak terlepas dari bahan makanan yang dikonsumsi. Makanan yang sehat dengan kandungan gizi yang lengkap serta aman merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi pada bahan pangan. Keamanan pangan ditentukan oleh ada tidaknya komponen yang berbahaya baik secara fisik, kimia maupun mikrobiologi.
Secara fisikawi, keamanan pangan dapat ditentukan oleh ada tidaknya kontaminasi dari bahan-bahan yang tidak dapat dicerna seperti plastik, logam, maupun bahan yang dapat menggagu pencernaan manusia. Secara kimiawi  dapat berasal dari zat-zat kimia berbahaya yang tidak boleh digunakan sebagai bahan pangan seperti formalin, boraks, dan  insektisida serta bahan tambahan makanan yang dibatasi penggunaannya seperti asam benzoat, askorbat, laktat sitrat dan bahan tambahan pangan lainnya sesuai dengan SNI 01-0222-1995  (BSN, 1995[1]) Bahaya mikrobiologi berasal dari adanya bakteri-bakteri patogen maupun racun yang ditimbulkannya pada bahan pangan.
 Seperti daerah Sumatera Selatan lainnya, Indralaya yang merupakan Ibu Kota Kabupaten Ogan Ilir menghasilkan berbagai komoditi pangan  tradisional yang berasal dari perairan. Kabupaten Ogan Ilir memiliki wilayah perairan yang cukup luas. Sebesar 36% dari luas wilayah keseluruhan 2666,07km2 terdiri dari sungai dan daerah rawa (Bappeda OI, 2005[2]).  Perairan yang luas merupakan potensi yang besar untuk menghasilkan berbagai komoditi hasil perikanan. Beberapa jenis ikan  yang dapat dijumpai di daerah Indralaya adalah ikan gabus, toman, lele, betok, nila, patin dan sepat. Ikan sepat merupakan jenis ikan yang selalu dapat dijumpai di Pasar Indralaya, baik dalam bentuk hidup maupun dalam kondisi sudah mati.
Bayaknya hasil tangkapan ikan sepat baik pada musim kemarau maupun musim hujan menyebabkan beberapa pengrajin membuat ikan asin, sehingga pengrajin/produsen ikan sepat asin banyak berkembang di daerah Indralaya. Selain diperdagangkan di Indralaya, ikan sepat asin juga dikirim ke beberapa daerah di Sumatera Selatan.
Adanya isu penggunaan beberapa bahan kimia berbahaya seperti formalin, boraks dan zat pewarna berbahaya, menyebabkan beberapa konsumen ragu-ragu untuk membeli ikan sepat asin. Padahal, biasanya ikan sepat asin merupakan pelengkap hidangan yang menemani pindang pada saat acara sedekahan. Untuk meyakinkan konsumen ada tidaknya kandungan formalin pada ikan sepat asin maka dilakukan analisis formalin pada ikan sepat asin di Indralaya.
Selain bahan kimia yang berbahaya seperti formalin, kandungan garam yang terlalu tinggi juga akan mengurangi keamanan pangan ikan sepat asin. Standar Nasional Indonesia (SNI) mensyaratkan kadar garam pada ikan asin tidak lebih dari 20%. Kadar garam yang tinggi dapat memacu timbulnya hipertensi pada beberapa orang. Oleh karena itu dalam penelitian ini juga dilakukan analisis kadar garam untuk lebih menentukan keamanan pangan dari ikan sepat asin.
Bahan (zat) tambahan makanan merupakan bahan apapun yang biasanya tidak dimakan sendiri sebagai suatu makanan dan biasanya tidak digunakan sebagai bahan-bahan khas untuk makanan, baik mempunyai nilai gizi atau tidak, yang bila ditambahkan dengan sengaja pada makanan untuk tujuan teknologi (termasuk organoleptik) dalam pembuatannya, pengolahan, pengepakan, pengangkutan atau penanganan makanan akan mengakibatkan atau dapat diharapkan berakibat (secara langsung atau tidak langsung) mempengaruhi ciri-ciri makanan itu (FAO/WHO, 1983[3]).
Beberapa zat kimia ditambahkan pada makanan untuk meningkatkan keawetan sehingga dapat diproduksi secara masal. Selain itu juga dapat digunakan untuk meningkatkan daya tarik konsumen dalam segi warna, rasa,  dan bentuk.

METODOLOGI
Penelitian ini dilakukan dengan metode survey di beberapa produsen dan pedagang ikan sepat asin di Indralya. Penentuan sample dilakukan secara acak dan dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali. Data yang diperoleh dianalisis secara diskriptif. Parameter yang digunakan untuk menentukan keamanan pangan ikan sepat asin adalah kandungan formalin, kadar garam, kandungan bakteri, dan analisis sensoris.
A.   Analisis Kandungan Formalin
Sampel sebanyak 20 g dimasukan ke dalam labu Kjedhal dan ditambahkan akuades sebanyak 200 ml. Kemudian diasamkan dengan larutan asam fosfat 10%. Larutan didestilasi perlahan-lahan. Sebanyak 1-2 ml destilat dimasukan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 5 ml asam kromatofat 0,5% dan asam sulfat 60%. Larutan dimasukan dalam penangas asi yang mendidih selama 15 menit. Larutan akan berubah menjadi ungu apabila terdapat formalin dalam bahan (BPPOM, 2002[4])

B.   Analisis Kadar Garam (Sudarmadji et al., 1997[5])
Analisa kadar garam menggunakan metode Kohman. Ikan yang telah dihaluskan dtimbang sebanyak 5g. Diekstrak dengan menggunakan aquades panas 10-20ml, ditunggu beberapa lama sehingga semua garam (NaCl) larut dan terpisah dengan lemak. Ekstraksi diulang beberapa kali (8-10 kali). Cairan hasil ekstraksi ditampung dalam wadah kemudian ditambah 3 ml kalium khromat 5% dan dititrasi dengan Ag NO3 0,1N secara perlahan-lahan sampai warna menjadi merah bata. Perhitungan persentase NaCl menggunakan persamaan:
% NaCl = ((ml AgNO3 x N AgNO3 x 58,46)/(g bahan x 1000)) x 100%
C.   Analisis Jumlah Total Bakteri
Daging ikan seberat 10g dihomogenisasi dengan larutan NaCl 0,81% steril atau pepton 0.1% steril sebanyak 90 ml menggunakan stomacher selama 4 menit. Pengenceran contoh dilakukan sampai level tertentu dengan cara memindahkan 1 ml contoh ke dalam 9 ml larutan NaCL 0,81% atau pepton 0,1% steril menggunakan pipet steril. Saat pengenceran selalu dilakukan homogenisasi dengan menggunakan penggetar putar (vortex). Diambil 1 ml dari masing-masing pengenceran dan dimasukkan kedalam cawan petri steril (duplo). Ditambahkan kedalam cawan (yang sudah berisi homogenat encer) 10 ml media PCA dalam kondisi cair suhu sekitar 40oC. Segera dilakukan pencampuran  hingga merata antara homogenat dan media agar dengan cara menggeser cawan diatas meja kekiri kekanan keatas dan kebawah. Setelah agar memadat, diinkubasi pada suhu 35oC selama 24 jam dalam posisi cawan terbalik. Pengamatan dan penghitungan koloni dilaporkan sebagai Standard Plate Count (SPC) dengan persamaan:

N =å C / [(1 x n1) + (0,1 x n2)] x (d)
Keterangan :
N   =  Jumlah koloni setiap ml atau gram contoh uji
åC  = Total koloni dari seluruh cawan yang terhitung
n1   = Jumlah cawan pada pengenceran pertama yang terhitung
n2   = Jumlah cawan pada pengenceran kedua yang terhitung
d     = pengenceran pertama yang terhitung

  1. Analisis Sensoris
Analisis sensoris dilakukan dengan mengamati aroma, kenampakan, dan tekstur. Panelis diminta untuk memberikan nilai 1 – 4. (Sangat tidak suka (1), Tidak suka (2), suka (3), dan Sangat suka (4)).

HASIL
A.       Kandungan Formalin
Setelah dilakukan analisis kandungan formalin terhadap ikan sepat asin, baik yang diambil dari para produsen maupun konsumen menunjukan bahwa kandungan formalin pada semua sempel dari produsen dan pedagang adalah  negatif (tidak mengandung formalin). Selengkapnya dapat dilihat pada TAbel 1.


Tabel 1. Kandungan formalin pada ikan asin

No
Sampel
Formalin
1
Produsen 1
negatif
2
Produsen 2
negatif
3
Pedagang 1
negatif
4
Pedagang 2
negatif


B.  Kadar Garam
Hasil analisis kadar garam beberapa sampel ikan asin dari produsen dan pedagang dapat dilihat pada Gambar 1.
Keterangan:
Prod 1   : Produsen ikan asin pertama
Prod 2   : Produsen ikan asin kedua
Pdg 1    : Pedagang pertama
Pdg 2    : Pedagang kedua
Gambar 1. Histogram kadar garam pada ikan sepat asin

C.  Jumlah Total Bakteri
Jumlah  total  bakteri  pada  ikan sepat asin di Indralaya dapat dilihat pada Gambar 2.

Keterangan:
Prod 1   : Produsen ikan asin pertama
Prod 2   : Produsen ikan asin kedua
Pdg 1    : Pedagang pertama
Pdg 2    : Pedagang kedua
Gambar 2. Histogram log10  jumlah total bakteri pada ikan sepat asin

D.   Analisis Sensoris
1.    Aroma
Aroma merupaan salah satu parameter yang menentukan mutu ikan asin. Penilaian terhadap aroma dilakukan oleh panelis semi terlatih dengan menunjukan nilai kesukaan terhadap ikan asin dengan kisaran nilai 1 – 4. (Sangat tidak suka, Tidak suka, suka, Sangat suka). Hasil analisis terhadap aroma ditunjukan pada Gambar 3.
Keterangan:
Prod 1   : Produsen ikan asin pertama
Prod 2   : Produsen ikan asin kedua
Pdg 1    : Pedagang pertama
Pdg 2    : Pedagang kedua
Gambar 3. Histogram nilai aroma ikan sepat asin


2.    Kenampakan
Keterangan:
Prod 1  : Produsen ikan asin pertama
Prod 2  : Produsen ikan asin kedua
Pdg 1   : Pedagang pertama
Pdg 2   : Pedagang kedua
Gambar 4. Histogram nilai kenampakan ikan sepat asin




3.    Tekstur
Hasil pengamatan panelis terhadap tekstur ikan asin seperti terlihat pada Gambar 5  berikut ini.
Keterangan:
Prod 1  : Produsen ikan asin pertama
Prod 2  : Produsen ikan asin kedua
Pdg 1   : Pedagang pertama
Pdg 2   : Pedagang kedua
Gambar 5. Histogram nilai tekstur  ikan sepat asin

PEMBAHASAN
A. Kandungan Formalin
Kandungan formalin pada ikan asin, baik di produsen maupun konsumen di Indralaya menunjukan nilai negatif (Tabel 1). Hal ini berarti bahwa ikan sepat asin yang diproduksi dan diperdagangkan di Indralaya terbebas dari formalin. Data ini juga didukung oleh pengakuan beberapa produsen dan pedagang bahwa dalam proses pembuatan ikan sepat asin mereka tidak menggunakan formalin.
Beberapa ciri ikan asin yang mengandung formalin adalah Ikan berwarna bersih cerah, daging liat (tidak mudah hancur), tidak beraroma khas ikan, dan awet sampai 1 bulan pada suhu kamar.
Formalin biasanya digunakan sebagai zat pengawet mayat. Formalin bersifat bakterisidal sehingga mampu membunuh semua mikrobia. Oleh karena itu formalin dapat menjaga keawetan bahan yang menggunakannya (Lu, 2006[6]). Namun sifat tersebut juga dapat membunuh ataupun merusak sel-sel yang ada pada jaringan tubuh manusia sehingga pertumbuhan jaringan tidak teratur. Pertumbuhan atau pembelahan sel yang rusak dan tidak teratur menyebabkan rusaknya struktur jaringan tubuh  dan menyebabkan kanker (IARC, 1987[7])


B.   Kadar Garam
Kadar garam ikan sepat asin yang diperoleh dari produsen berkisar antara 13.04 – 13,54% (Gambar 1).  Hal ini menunjukan bahwa rata-rata  produsen ikan sepat asin di Indralaya melakukan penggaraman dengan jumlah yang hampir sama sehingga kadar garam yang terdapat pada ikan asin yang dihasilkan tidak berbeda jauh. Pengamatan dilapangan menunjukan bahwa semua produsen menggunakan metode penggaraman kering dengan jenis garam kasar pada proses penggaraman, sehingga penyerapan garam ke dalam daging ikan di seluruh produksi ikan asin menjadi seragam. 
Kadar garam pada ikan sepat asin di Pedagang  I yaitu 15,14%. Hal ini menunjukan adanya peningkatan kandungan garam pada ikan sepat asin. Peningkatan kandungan garam pada ikan asin dapat disebabkan oleh adanya penggaraman kembali oleh para pedagang selama penyimpanan. Bertambahnya kandungan garam pada daging ikan dapat  menambah daya awet ikan asin. Seperti diketahui bahwa garam merupakan komponen kimia yang bersifat bakteriostatik maupun bakteriosidal terhadap bakteri. Kemampuan garam membunuh bakteri disebabkan oleh adanya sifat higroskopis garam sehingga mampu menyerap air (sitoplasma) bakteri, sel bakteri menjadi mengkerut dan mati. Selain itu Ion Na+ dan Cl- bersifat toksin bagi beberapa bakteri.
Pada pedagang II kadar garam ikan sepat asin juga mengalami peningkatan dibandingkan dengan ikan sepat asin pada produsen. Peningkatan kadar garam ikan sepat asin pada pedagang II lebih besar dibandingkan ikan sepata asin pada pedagang I. Perbedaan peningkatan ini menunjukan adanya variasi penggaraman terhadap ikan sepat asin di beberapa pedagang. Namun walaupun ada peningkatan kadar garam pada ikan sepat asin di beberapa pedagang di pasar Indralaya, kadar garam ikan sepat asin yang diperjualbelikan di Indralaya tergolong masih memenuhi standar mutu ikan asin yaitu dibawah 20%. Sehingga masyarakat tidak perlu mengkhawatirkan kandungan garam di ikan sepat asin jika tidak mengkonsumsi secara berlebihan.
Dalam kondisi normal, tubuh orang dewasa hanya memerlukan 2,3 gram natrium per hari, sedangkan klorida hanya 50-100 mg. Garam dapur dikenal sebagai Natrium clorida atau NaCl, adalah mineral yang
sangat dibutuhkan oleh tubuh. Mineral ini bertugas 'menukar' zat makanan lama dengan yang baru. Kelancaran proses pertukaran sisa makanan di dalam tubuh, tergantung pada kadar natrium di dalam sel.
Natrium beredar ke seluruh tubuh mengikuti aliran darah, dibawa oleh butir darah merah. Seharusnya butir-butir darah merah hanya mendapat pasokan natrium yang pas. Bila kekurangan, butir darah akan mengempis, sebaliknya bila kelebihan butir darah merah akan mengembang dan berdampak merobek pembuluh darah (Haryanto, 2005[8]). 

C.   Jumlah Total Bakteri
Nilai Log jumlah bakteri pada ikan sepat asin yang diperdagangkan di Indralaya berkisar antara 3,2 – 3,92 (Gambar 2). Kisaran ini menunjukan bahwa rata-rata total bakteri yang ada yaitu 103 CFU/gram daging ikan asin (1.000 koloni). Kisaran jumlah bakteri ini masih berada pada standar yang di tetapkan oleh Standar Nasional Indonesia yaitu 106 CFU/g.
Adanya bakteri yang masih tumbuh pada ikan sepat asin mendukung hasil analisis formalin yang menghasilkan hasil negatif (tidak ada formalin pada ikan sepat asin).  Keberadaan formalin pada bahan makanan dapat membunuh bakteri yang ada di dalamnya, sehingga bahan makanan menjadi awet.
Adanya kandungan garam yang lebih dari 10% pada ikan sepat asin menyebabkan terseleksinya bakteri-bakteri yang tumbuh pada ikan asin sehingga jumlah bakteri yang ada menjadi terbatas. Bakteri yang masih biasa tumbuh pada bahan makanan yang digarami adalah bakteri yang bersifat halofilik atau halotoleran. Bakteri jenis ini lebih banyak didominasi oleh golongan bakteri asam laktat. Bakteri asam laktat merupakan bakteri yang berperan dalam proses fermentasi yang menghasilkan asam laktat. Keberadaan bakteri asam laktat bersifat menguntungkan karena aktivitas metabolismenya menghasilkan komponen-komponen yang bersifat menguntungkan bagi manusia. Protein yang ada pada daging ikan akan dirombak menjadi asam amino-asam amino yang lebih mudah dicerna dan diserap oleh tubuh dibandingkan dengan protein utuh. Lain halnya dengan bakteri pembusuk yang merombak protein menjadi zat-zat yang tidak bermanfaat, merugikan dan ada yang membahayakan manusia diantaranya yaitu ammonia, histamin dan aroma busuk.
Beberapa bakteri asam laktat telah berhasil diinokulasi dari dari ikan asin, yaitu Lactobacillus. plantarum, Lactobacillus acidophilus, Streptococcus thermophilus, dan Leuconostoc paramesenteroides, (Tanasupawat dan Komagata, 1999[9] dan Rahayu,  2003[10]).


D.   Hasil Analisis Sensoris
1.    Aroma
Nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap aroma ikan asin yang tertinggi yaitu pada ikan asin di produsen (Gambar 3). Hal ini disebabkan karena ikan asin yang ada pada produsen merupakan ikan sepat asin yang tergolong baru diproduksi, sedangkan ikan asin pada pedangan rata-rata sudah mengalami penyimpanan. Semakin lama ikan asin disimpan akan mengurangi kwalitas (aroma). Peningkatan kadar garam ikan asin di pedagang yang mengindikasikan adanya penambahan garam selama penyimpanan juga berpengaruh terhadap aroma ikan asin yang dihasilkan/dipasarkan.

2.    Kenampakan
Seperti halnya penilaian panelis terhadap aroma, rata-rata tingkat kesukaan panelis  terhadap kenampakan ikan asin tertinggi yaitu pada ikan asin di produsen (Gambar 4). Lamanya penyimpanan ikan asin berpengaruh terhadap tekstur ikan asin. Aktivitas bakteri yang ada semakin lama akan semakin merobak komponen-koponen yang ada pada daging ikan dan dapat menghasilkan warna kecoklatan yang mengurangi kenampakan ikan asin.
Selain itu semakin lama ikan asin disimpan akan semakin banyak berkontak dengan udara yang menyebabkan oksidasi lemak. Hal ini menimbulkan bau tengik dan perubaha warna menjadi coklat. Proses penggaraman kembali yang dilakukan oleh para pedagang juga berpengaruh terhadap kenampakan ikan sepat asin yang semakin putih dengan butiran-butiran garam. Hal ini juga dapat menyebabkan berkuranya kesukaan panelis terhadap ikan sepat asin.

3.    Tekstur
Nilai rata-rata nilai panelis terhadap tekstur ikan asin pada produsen lebih tinggi bila dibandingkan dengan pada pedagang (Gambar 5). Pengamatan terhdap tekstur ikan asin difokuskan pada kekompakan dan keutuhan daging. Hal ini menunjukan bahwa ada kecenderungan penurunan mutu tekstur ikan asin setelah di pedagang.
Tekstur ikan asin dipengaruhi oleh kekompakan daging ikan. Kekompakan daging ikan dipengaruhi oleh jaringan-jaringan daging yang tersusun oleh ikatan-katan protein. Semakin lama ikan asin disimpan, kegiatan enzimatis dan bakteriologis terus berlangsung yang memecah/meguraikan ikatan-ikatan protein menjadi polipeptida, asam amino ataupu biogenic amin lainnya. Keadaan ini menyebabkan melemahnya ikatan jaringan daging dan menyebabkan bekurangnya kekompakan daging ikan.

KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ikan sepat asin yang diproduksi dan diprdagangkan di wilayah Indralaya, Kabupaten Ogan Ilir terbebas dari formalin. Selain itu kandungan garam yang terdapat pada ikan sepat asin juga masih dibawah standar yang ditetapkan oleh SNI sehingga aman untuk dikonsumsi.

B. Saran
Masyarakat tidak perlu ragu-ragu untuk mengkonsumsi ikan sepat asin dari Indralaya karena terbukti tidak mengandung formalin seperti yang diresahkan selama ini, namun kandungan formalin perlu pengkajian dan penyuluhan secara terus menerus bahaya yang ditimbulkan oleh penggunaan formalin agar para produsen dan pedagang tidak mempergunakannya.

DAFTAR PUSTAKA

Bappeda Ogan Ilir. Menjawab Tantangan Tujuan Pembangunan Milenium. Pemerintah Daerah  Ogan Ilir. Tahun 2005
BPPOM. Identifikasi Formalin. BPPOM Jakarta. Tahun 2002.
BSN.  Standar Nasional Indonesia Bahan Tambahan Makanan. SNI 01-0222-1995.  Himpunan Standar Nasional Indonesia. Tahun 1995.

FAO/WHO. Food Aditives. Code Alimentarius. Food Agriculture Organization of the United Nations. Tahun 1983 Vol XIV.

Haryanto, I. Bahaya Dibalik Konsumsi Garam. www.jurnalnet.com. Diakses 24 Februari 2009.

IARC. Monograph for Carcinogenic Chemical: Overall Evaluation of Carcinogenicity. An updating of IARC Monographs. International agency for research on Cancer. Tahun 1987 Vol 1-42.

Lu, F.C.  Basic Toxicology: Fundamental, Target Organs, and Risk Assesment.  Diterjemahkan: E. Nugroho.  UI-Press. Tahun 2006.

Rahayu, E.S. Lactic Acid Bacteria in Fermented Foods in Indonesian Origin. Agritech. Tahun 2003 Vol 23(2): 75-84.

Sudarmaji, S., B. Haryono, dan Suhardi. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty, Yogyakarta. Tahun 1997

Tanasupawat, S. dan K. Komagata. Lactic Acid Bacteria in Fermented Foods in Southeast Asia. Dalam Nga, B.H., M.H. Tan, dan K.I Suzuki, Microbial Diversity in Asia: Technologi and Prospects. World Scientific. Tahun 1999.


[1] BSN.  Standar Nasional Indonesia Bahan Tambahan Makanan. SNI 01-0222-1995.  Himpunan Standar Nasional Indonesia. Tahun 1995
[2] Bappeda Ogan Ilir. Menjawab Tantangan Tujuan Pembangunan Milenium. Pemerintah Daerah  Ogan Ilir. Tahun 2005

[3] FAO/WHO. Food Aditives. Code Alimentarius. Food Agriculture Organization of the United Nations. Tahun 1983 Vol XIV
[4] BPPOM. Identifikasi Formalin. BPPOM Jakarta. Tahun 2002
[5] Sudarmaji, S., B. Haryono, dan Suhardi. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty, Yogyakarta. Tahun 1997
[6] Lu, F.C.  Basic Toxicology: Fundamental, Target Organs, and Risk Assesment.  Diterjemahkan: E. Nugroho.  UI-Press. Tahun 2006.

[7] IARC. Monograph for Carcinogenic Chemical: Overall Evaluation of Carcinogenicity. An updating of IARC Monographs. International agency for research on Cancer. Tahun 1987 Vol 1-42.
[8] Haryanto, I. Bahaya Dibalik Konsumsi Garam. www.jurnalnet.com. Diakses 24 Februari 2009
[9] Tanasupawat, S. dan K. Komagata. Lactic Acid Bacteria in Fermented Foods in Southeast Asia. Dalam Nga, B.H., M.H. Tan, dan K.I Suzuki, Microbial Diversity in Asia: Technologi and Prospects. World Scientific. Tahun 1999
[10] Rahayu, E.S. Lactic Acid Bacteria in Fermented Foods in Indonesian Origin. Agritech. Tahun 2003 Vol 23(2): 75-84

1 comment:

  1. Bandar Judi Bola, Live Casino, Agen Poker & Live Game Terbaru dan Terpercaya di Asianbola77
    Gampang Daftar, Gampang Main dan Gampang Menangnya..

    1 USER ID UNTUK SEMUA PERMAINAN :
    - SPORTBOOK
    - LIVE CASINO
    - POKER
    - SLOT GAME
    - LIVE GAME

    Segera Bergabung Bersama Kami di Asianbola77
    Promo Menarik Dari Asianbola77
    - Minimal Deposit Rp 25.000
    - Minimal Withdraw Rp 50.000
    - BONUS NEW MEMBER SPORTBOOK 100%
    - BONUS DEPOSIT HAPPY HOUR 09:00 - 21:00 WIB
    - BONUS CASHBACK UP TO 15%
    - BONUS LIVECASINO UP TO 0,8%
    - BONUS ROLLINGAN POKER 0,3%
    - BONUS REFFERAL 2.5%
    Contact Us Now :
    ?? Wechat : Asianbola77
    ?? BBM : DC8820C7
    ?? Wa : +6281244043118
    ?? Line : Asianbola77
    ?? Link Pendaftaran : lc.chat/now/9325575/

    ReplyDelete